Menjadi Guru Profesional dan Guru Teladan - foldersoal.com
Wednesday, December 4, 2019
Edit
Guru: digugu dan ditiru. Akronim ini mengingatkan saya tentang profesionalitas sebagai guru. Menjaga profesionalitas sebagai guru dengan menjaga perilaku dan perkataan. Bukankah seorang guru senantiasa menjadi teladan di mata siswa dan lingkungan?
Guru seringkali dianggap manusia setengah dewa padahal ia hanyalah manusia biasa. Yang bisa gundah gulana bahkan memendam marah luar biasa. “Bukanlah orang kuat itu dengan bergulat,tapi orang yang kuat itu ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (HR.Muslim)
Semua orang pasti pernah merasakan emosi negatif ini. Namun, sebagai guru,tentu harus lebih cerdas mengelola marah. Terlebih bagi bagi guru perempuan. Adakalanya ia mengalami masa pre-menstruasi syndrom. Masa hormonal yang membuat seorang perempuan lebih mudah emosional. Sebagai seorang guru, ia harus lebih mampu mengendalikan diri. Intinya dilarang moody jika Anda bercita-cita menjadi guru.Itu prinsip saya.
Begitu juga dengan tumpukan masalah domestik yang tanpa sengaja terbawa ke dalam kelas. Air wajah kita bisa menjadi sangat murung,keruh,dan cemberut. Kalimat-kalimat kita mungkin jauh dari kesabaran dan kebijaksanaan. Itu bisa makin ruwet kalau kondisi tubuh kita sedang tidak fit. Akhirnya, ujung-ujungnya anak-anak kita di dalam kelas yang akan tertimpa musibah ketidaknyamanan fisik dan psikis yang sedang kita rasakan saat itu.
Mengapa? Karena emosi negatif membuat kita cenderung reaksioner menghadapi kebandelan siswa di kelas. Kelas yang ribut misalnya, akan semakin tak terkendali kalau kita biarkan saja. Namun, jika kita marah dan serampangan, anak-anak takkan menghargai gurunya. Hadapi dengan senyum dan kata-kata santun meskipun saat kita menegur mereka.
Mungkin ini dinilai terlalu idealis dengan kata lain terlalu berlebihan. Sebagai manusia biasa, tentu kita tak bisa sempurna meskipun kita adalah seorang guru. “Guru juga manusia biasa,” menyadur kalimat slogan. Namun, sama halnya dengan cara mendidik anak-anak kita di rumah. Jadikan teladan sebagai kunci keberhasilan pendidikan.
Guru sebagai agen perubahan.
Ingatlah, Rasulullah mengajari kita bersikap lembut kepada siapa pun,bahkan kepada musuh. Apalagi ini anak didik kita, di tangan dan langkah mereka, masa depan negeri ini kelak akan dijalankan.
*) Ditulis dan dikirim oleh Sugi Siswiyanti Berbagai Sumber
Guru seringkali dianggap manusia setengah dewa padahal ia hanyalah manusia biasa. Yang bisa gundah gulana bahkan memendam marah luar biasa. “Bukanlah orang kuat itu dengan bergulat,tapi orang yang kuat itu ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (HR.Muslim)
Semua orang pasti pernah merasakan emosi negatif ini. Namun, sebagai guru,tentu harus lebih cerdas mengelola marah. Terlebih bagi bagi guru perempuan. Adakalanya ia mengalami masa pre-menstruasi syndrom. Masa hormonal yang membuat seorang perempuan lebih mudah emosional. Sebagai seorang guru, ia harus lebih mampu mengendalikan diri. Intinya dilarang moody jika Anda bercita-cita menjadi guru.Itu prinsip saya.
Begitu juga dengan tumpukan masalah domestik yang tanpa sengaja terbawa ke dalam kelas. Air wajah kita bisa menjadi sangat murung,keruh,dan cemberut. Kalimat-kalimat kita mungkin jauh dari kesabaran dan kebijaksanaan. Itu bisa makin ruwet kalau kondisi tubuh kita sedang tidak fit. Akhirnya, ujung-ujungnya anak-anak kita di dalam kelas yang akan tertimpa musibah ketidaknyamanan fisik dan psikis yang sedang kita rasakan saat itu.
Mengapa? Karena emosi negatif membuat kita cenderung reaksioner menghadapi kebandelan siswa di kelas. Kelas yang ribut misalnya, akan semakin tak terkendali kalau kita biarkan saja. Namun, jika kita marah dan serampangan, anak-anak takkan menghargai gurunya. Hadapi dengan senyum dan kata-kata santun meskipun saat kita menegur mereka.
Mungkin ini dinilai terlalu idealis dengan kata lain terlalu berlebihan. Sebagai manusia biasa, tentu kita tak bisa sempurna meskipun kita adalah seorang guru. “Guru juga manusia biasa,” menyadur kalimat slogan. Namun, sama halnya dengan cara mendidik anak-anak kita di rumah. Jadikan teladan sebagai kunci keberhasilan pendidikan.
Guru sebagai agen perubahan.
Ingatlah, Rasulullah mengajari kita bersikap lembut kepada siapa pun,bahkan kepada musuh. Apalagi ini anak didik kita, di tangan dan langkah mereka, masa depan negeri ini kelak akan dijalankan.
*) Ditulis dan dikirim oleh Sugi Siswiyanti Berbagai Sumber